Minggu, 23 Desember 2012

Kita masih bersaudara, bentrok ‘Laskar Bali’ ‘PDS Bersatu’


Malam ini langit menggelap dan nampak mendung hitam menggelayut seakan-akan hujan lebat akan segera tumpah. Pandangan kualihkan lagi kelapangan sambil mendengarkan komentator pertandingan yang masih asik memantau pertandingan voli Omega Cup I yang kebetulan masih tanding tim SWC Kerobokan dengan tim Meteor.
Namun tak kalah hebohnya beberapa teman yang mulai serius membicarakan bahwa ada bentrokan di desa sebelah, tepatnya Desa Padangsambian.  Konon bentrokan terjadi antara ormas Desa Padangsambian ‘Padang Sambian Bersatu’ dengan salah satu ormas yang juga cukup terkenal di Bali ‘Laskar Bali’.
Berita bentrokan ini langsung menyeruak dan hangat diperbincangkan, semuanya masih simpang siur dan tidak jelas apa asal muasal mengapa bisa terjadi bentrokan. Informasi ini pun saya amati sudah ramai di perbincangkan di medsos Facebook.
Dari informasi yang saya dapat ‘kul-kul bulus’ pun di berapa banjar di Desa Padangsambian. Kul-kul bulus atau suara kentungan dengan ritme tertentu menandakan bahaya mengancam Desa dan warga pun bersiaga. Acaman  ini bisa bebagai macam, bisa adanya maling, kebakaran maupun kerusuhan, seperti bentrokan yang sedang terjadi.
Dan beberapa foto terkait bentrokan tersebut terunggah di jejaring sosial Facebook, nampak sebuah posko Laskar Bali dalam keadaan terbakar.
Berbagai komentar bermunculan yang sebagian besar mengecam terjadinya bentrokan antara ormas Bali tersebut. Demikian juga ketika saya mulai mengetik postingan ini, sungguh sangat disayangkan bentrokan ini bisa terjadi.
Terlepas dari apapun masalah yang menyebabkan terjadinya betrokan tersebut, hal terpenting yang musti dicamkan oleh pihak-pihak yang terlibat bentrok adalah kita masih ‘semeton bali’, dan kita bersaudara.
Jangan sampai kita saling menyakiti dan membuat kita menjadi terlupa dengan filosofi kehidupan kita di Bali ‘Tat Twam Asi”, “Aku adalah Kamu dan Kamu adalah Aku”, karena itulah yang membuat kita dikenal dengan masyarakat yang cinta damai.
Semoga semua pihak yang teribat segera menyelesaikan masalah ini dengan damai, dan pihak aparat penegak hukum bisa mengambil andil dalam upaya pengamanan.
Kita sudah bosan mendengar berita tentang bentrok yang berujung korban dan kerugian material diluaran sana. Sampai postingan ini saya publish suasana di seputaran Padangsambian masih sianga.
Mari sama-sama menahan diri untuk kebaikan bersama.
Astungkara,

sumber : http://igedenurhadi.net

Senin, 26 November 2012

Klarifikasi tentang penggunaan bahasa Alay di media jejaring sosial



Menyikapi diskusi di facebook dengan seorang teman berinisial MM, maka saya akan mengklarifikasikan beberapa hal yang menurut saya saling bertautan satu sama lain. Saya sendiri pertamanya kaget, mengapa komentar saya ini dipermasalahkan. Tapi baiklah, saya akan mencoba untuk memberikan bagaimana pemahaman pribadi saya.
Temanya adalah bahasa alay(singkatan dari anak lebay). Sering kita dengar kalimat “ bahasa Indonesia yang baik dan benar”.  Mungkin saja banyak yang berfikir secara pasti dan cepat bahwa setiap bahasa yang kita keluarkan haruslah baik dan benar, dimanapun itu tempatnya. Namun mari kita cerna lagi masalah “tempat” yang dimaksud.
Tempat merupakan sebuah faktor penting dalam setiap permasalahan, sama halnya ketika kita berbicara hukum, maka tempat (locus) terjadinya tindak pidana sangatlah menentukan bagaimana penyelesaian kasus, terutama untuk pembuatan BAP.
Nah , apa hubungannya dengan bahasa? Jika bahasa dikaitkan dengan frase “benar” dan “salah” ini akan bicara suatu norma(secara umumnya). Norma itu apa? Ada 4 macam norma yang diatur dalam masyarakat kita .
1.      Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Contoh: tidak boleh minum-minuman keras, berbuat maksiat,mengkonsumsi madat, dan lain-lain.
2.      Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggapsebagai suara hati nurani manusia atau datang melalui suarabatin yang diakuidan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam bersikap dan berbuat. Contoh: seorang anak durhaka terhadap orangtuanya.
3.      Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulansegolongan manusia yang diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitarnya (misalnya: orang muda harus menghormati yang lebih tua).
4.      Norma hukum, yaitu peraturan-peraturan yang timbul dari hukum yang dibuat oleh penguasa negara yang isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaanoleh alat-alat negara.Contoh: melakukan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.

·         Klarifikasinya :

-          Mengenai norma agama, agama tak ada korelasinya dengan penggunaan bahasa jaman sekarang. Mengingat agama punya pakem-pakem tersendiri. Yaitu secara umum menitikberatkan pada mantra,isi kitab suci dll. Jika kita bicarakan di segi bahasa, apalagi jika bahasa yang digunakan itu sebatas , “ciyus”, “miapah” sama sekali tak mencoreng citra agama itu sendiri, atau melanggar ketentuan dalam kitab suci.


-          Norma kesusilaan jelas tak ada hubungannya
-          Norma kesopanan mengatur bagaimana kita mengatur apa yang kita katakan dan kita perbuat. Dihubungkan dengan komentar saya di post MM, dengan itikad awal saya bahwa saya berteman dengan MM secara baik dan cara saya membangun sebuah keakraban di media SN dengan cara seperti yang saya lakukan, sedikitpun saya tak merasa melanggar norma ini. Dalam konteks informal seperti yang terjadi, bahwa untuk membahas masalah ini secara serius sangat mengganggu pertemanan ini.dan apalagi asal kata “ciyus” sendiri tidak bermakna buruk. Itu merupakan turunan dari kata “serius”.
-          Norma hukum, dalam hukum ada dalil yang memperkuat sebuah argument. Argument yang diperkuat dalil ini digunakan sebagai penentu benar dan salahnya suatu perbuatan kita.


Tentang penggunaan bahasa, bisa dicari referensinya. Saya gunakan 2 UU yang mengatur tentang ini.

a.       UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
b.      Peraturan Presiden 16/2010

Bisa dibaca selengkapnya disana, terutama dalam UU No 24 Tahun 2009 dari pasal 26 sampai dengan pasal 40 (pasal 40 ada kaitannya dengan Peraturan Presiden 16/2010). Intinya tak ada aturan baku yang diperuntukan dalam penggunaan pergaulan(informal).
Itu berarti belum ada hukum yang mengatur secara khusus tentang bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dikalangan pergaulan.jika ada maka akan digunakan teori hukum lex specialis derogate legi generali. sifat dari adanya gejala sosial di kalangan remaja merupakan sesuatu yang sifatnya temporer. Bahkan Kemdikbud sekalipunTak Risau Soal Bahasa Alay Beda dengan masalah makar , pelecehan atribut Negara dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah merupakan sebuah extra ordinary crime dalam perspektif hukum.

Kesimpulan saya adalah, idealis itu memang penting, namun secara logika social kita perlu mengerti konteks nya bagaimana. Meskipun saya mahasiswa, namun sayapun punya potensi sifat-sifat yang tidak harus tipikal mahasiswa mutlak, Begitu pula saudara MM. dalam bergaul saya tak pernah menggunakan status kemahasiswaan saya karena dampaknya saya susah bergaul, tipikal saya adalah bergaul dengan siapa saja asalkan dia tidak buruk dimata saya.karena yang saya butuhkan di media sosial adalah refresh semata, cenderung ke hiburan agar otak bisa seimbang. Mungkin berbeda dengan saudara MM yang memang mengkhususkan facebook sebagai tempat yang sangat serius dan mutlak harus menggunakan bahasa resmi .

Mengenai tulisan ini adalah bukti bahwa saya mengenal tempat(locus) dalam berbahasa. jadi saya harap esensi/intisari tulisan ini dimengerti. Karena teori pukul  rata sangat tidak tepat dalam sebuah penggunaan bahasa. Tak pernah ada yang namanya editor komentar facebook, karena komentar facebook bukan merupakan sebuah artikel (dalam jurnalisme). Yang ada adalah komentar facebook diatur dalam UU ITE

Referensi :
a.       UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
b.      Peraturan Presiden 16/2010