Menyikapi diskusi di
facebook dengan seorang teman berinisial MM, maka saya akan mengklarifikasikan
beberapa hal yang menurut saya saling bertautan satu sama lain. Saya sendiri
pertamanya kaget, mengapa komentar saya ini dipermasalahkan. Tapi baiklah, saya
akan mencoba untuk memberikan bagaimana pemahaman pribadi saya.
Temanya adalah bahasa
alay(singkatan dari anak lebay). Sering kita dengar kalimat “ bahasa Indonesia yang
baik dan benar”. Mungkin saja banyak
yang berfikir secara pasti dan cepat bahwa setiap bahasa yang kita keluarkan
haruslah baik dan benar, dimanapun itu tempatnya. Namun mari kita cerna lagi
masalah “tempat” yang dimaksud.
Tempat merupakan sebuah
faktor penting dalam setiap permasalahan, sama halnya ketika kita berbicara hukum,
maka tempat (locus) terjadinya tindak pidana sangatlah menentukan bagaimana
penyelesaian kasus, terutama untuk pembuatan BAP.
Nah , apa hubungannya
dengan bahasa? Jika bahasa dikaitkan dengan frase “benar” dan “salah” ini akan
bicara suatu norma(secara umumnya). Norma itu apa? Ada 4 macam norma yang
diatur dalam masyarakat kita .
1. Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan.
Contoh: tidak boleh minum-minuman keras, berbuat maksiat,mengkonsumsi madat,
dan lain-lain.
2. Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggapsebagai
suara hati nurani manusia atau datang melalui suarabatin yang diakuidan
diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam bersikap dan berbuat. Contoh:
seorang anak durhaka terhadap orangtuanya.
3. Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari
pergaulansegolongan manusia yang diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang
mengatur tingkah laku manusia terhadap lingkungan sekitarnya (misalnya: orang
muda harus menghormati yang lebih tua).
4. Norma hukum, yaitu
peraturan-peraturan yang timbul dari hukum yang dibuat oleh penguasa negara
yang isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan
segala paksaanoleh alat-alat negara.Contoh: melakukan pencurian, pembunuhan,
pemerkosaan, dan lain-lain.
·
Klarifikasinya
:
-
Mengenai norma agama, agama tak ada
korelasinya dengan penggunaan bahasa jaman sekarang. Mengingat agama punya
pakem-pakem tersendiri. Yaitu secara umum menitikberatkan pada mantra,isi kitab
suci dll. Jika kita bicarakan di segi bahasa, apalagi jika bahasa yang
digunakan itu sebatas , “ciyus”, “miapah” sama sekali tak mencoreng citra agama
itu sendiri, atau melanggar ketentuan dalam kitab suci.
-
Norma kesusilaan jelas tak ada
hubungannya
-
Norma kesopanan mengatur bagaimana kita
mengatur apa yang kita katakan dan kita perbuat. Dihubungkan dengan komentar
saya di post MM, dengan itikad awal saya bahwa saya berteman dengan MM secara
baik dan cara saya membangun sebuah keakraban di media SN dengan cara seperti
yang saya lakukan, sedikitpun saya tak merasa melanggar norma ini. Dalam konteks
informal seperti yang terjadi, bahwa untuk membahas masalah ini secara serius
sangat mengganggu pertemanan ini.dan apalagi asal kata “ciyus” sendiri tidak
bermakna buruk. Itu merupakan turunan dari kata “serius”.
-
Norma hukum, dalam hukum ada dalil yang
memperkuat sebuah argument. Argument yang diperkuat dalil ini digunakan sebagai
penentu benar dan salahnya suatu perbuatan kita.
Tentang penggunaan bahasa, bisa dicari
referensinya. Saya gunakan 2 UU yang mengatur tentang ini.
a.
UU
No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
b.
Peraturan
Presiden 16/2010
Bisa
dibaca selengkapnya disana, terutama dalam UU No 24 Tahun 2009 dari pasal 26
sampai dengan pasal 40 (pasal 40 ada kaitannya dengan Peraturan Presiden 16/2010).
Intinya tak ada aturan baku yang diperuntukan dalam penggunaan
pergaulan(informal).
Itu berarti belum ada hukum yang mengatur secara
khusus tentang bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dikalangan pergaulan.jika
ada maka akan digunakan teori hukum lex specialis derogate legi generali. sifat
dari adanya gejala sosial di kalangan remaja merupakan sesuatu yang sifatnya
temporer. Bahkan Kemdikbud sekalipunTak Risau Soal Bahasa Alay Beda dengan
masalah makar , pelecehan atribut Negara dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
merupakan sesuatu yang sudah merupakan sebuah extra ordinary crime dalam
perspektif hukum.
Kesimpulan saya adalah, idealis itu memang penting,
namun secara logika social kita perlu mengerti konteks nya bagaimana. Meskipun saya
mahasiswa, namun sayapun punya potensi sifat-sifat yang tidak harus tipikal
mahasiswa mutlak, Begitu pula saudara MM. dalam bergaul saya tak pernah
menggunakan status kemahasiswaan saya karena dampaknya saya susah bergaul, tipikal
saya adalah bergaul dengan siapa saja asalkan dia tidak buruk dimata saya.karena
yang saya butuhkan di media sosial adalah refresh semata, cenderung ke hiburan
agar otak bisa seimbang. Mungkin berbeda dengan saudara MM yang memang mengkhususkan
facebook sebagai tempat yang sangat serius dan mutlak harus menggunakan bahasa
resmi .
Mengenai tulisan ini adalah bukti bahwa saya
mengenal tempat(locus) dalam berbahasa. jadi saya harap esensi/intisari tulisan
ini dimengerti. Karena teori pukul rata
sangat tidak tepat dalam sebuah penggunaan bahasa. Tak pernah ada yang namanya
editor komentar facebook, karena komentar facebook bukan merupakan sebuah
artikel (dalam jurnalisme). Yang ada adalah komentar facebook diatur dalam UU
ITE
Referensi :
a.
UU
No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
b.
Peraturan
Presiden 16/2010